1. Mengajari anak etika meminta izin
Allah swt menganjurkan bagi anak kecil yang belum mencapai usia baligh
untuk meminta izin bila hendak memasuki kamar tidur kedua orang tuanya atau
selain mereka, hanya pada tiga waktu tertentu, karena pada ketiga waktu
tersebut biasanya aurat sering terbuka. Ketiga waktu tersebut ialah saat
menjelang shubuh, saat waktu zhuhur, dan sesudah shalat Isya.
Allah swt membatasi pada ketiga waktu tersebut bagi anak yang belum
baligh karena sang anak dalam usia ini banyak bergerak dan sering keluar-masuk,
berhenti, diam, dan bermain, sehingga sulit baginya untuk meminta izin. Apabila
usianya mendekati baligh, ihtilam, dan tamyiz, maka dengan sendirinya ia jarang
bermain dan keluar-masuk. Ia mulai bisa mengerti, dapat menahan diri, dan tidak
sulit baginya untuk menemui orang tuanya yang ada di dalam kamar kapan pun,
manakala ia melihat pintu kamar tertutup.
2. Mendidik anak untuk tidak mengganggu
sesama, terutama tetangga
Diriwayatkan dari Amar bin Syu’aib ra mengatakan bahwa Rasulullah saw
bersabda tentang tetangga, “Jika kamu membeli buah-buahan, berilah ia dan jika
kamu tidak mau memberinya, masukkanlah buah-buahan itu secara sembunyi-sembunyi
dan jangan biarkan anak kamu keluar (sambil memakannya) karena akan membuat
anak tetanggamu juga menginginkannya.”
3. Memberi peringatan kepada anak untuk
tidak saling mengancam dengan senjata tajam walaupun untuk bergurau
Abu Hurairah ra mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa yang
mengacungkan besi kepada saudaranya, maka sesungguhnya para malaikat melaknatinya
sampai ia meninggalkan perbuatannya, meskipun yang diacunginya itu adalah
saudara kandungnya.” (HR. Muslim, Kitabul Birri was Shilah, no.4741).
4. Melarang anak bergurau yang bersifat
mengejutkan
Nabi saw bersabda, “Tidak diperbolehkan muslim menakuti-nakuti
saudaranya.” (HR. Tirmidzi, Kitabul Fitan; Abu Dawud, Kitabul Adab, no.4351).
5. Memberi keringanan kepada anak
Ketika Anas ra, pelayan Nabi saw berusia remaja, ia pernah melakukan
kelalaian atau kecerobohan dalam pekerjaannya, namun Nabi saw tidak pernah
memarahinya atau menghukumnya. Jika ada ahlul bait Nabi saw yang memarahinya,
Nabi saw selalu bersabda, “Biarkanlah I, seandainya ia mampu, tentu ia dapat
melakukannya.”
Nabi saw sangat memahami bahwa seorang anak memiliki kemampuan akan dan
fisik yang terbatas, maka Nabi saw senantiasa memberi keringanan kepada Anas
ra.
6. Melarang anak laki-laki menyerupai
anak perempuan
Rasulullah saw melarang laki-laki menyerupai perempuan dan sebaliknya
perempuan menyerupai laki-laki, baik dalam berpakaian, berpenampilan, maupun
bertingkah laku. Hal ini mengandung banyak hikmah, di antaranya untuk menjaga
kesucian fitrah manusia (insting murni yang diberikan Allah), agar tidak rusak
tatanan kehidupan anak.
7. Membiasakan anak berpenampilan
sederhana dan melatih ketahanan diri
Berpenampilan dan berperilaku sederhana serta memiliki ketahanan diri
baik fisik maupun mental adalah sikap yang sangat terpuji dan bermanfaat
membentuk karakter yang kuat. Karakter inilah yang dimiliki Nabi saw dan ia
mendidik umatnya agar memiliki kareakter ini.
8. Memperlakukan anak perempuan dengan
baik dan menjelaskan kedudukan wanita dalam Islam
Uqbah bin Amir ra mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Janganlah
kalian memperlakukan anak-anak perempuan dengan kasar, karena sesungguhnya
mereka adalah manusia yang berpembawaan lembut lagi peka perasaannya.” (HR.
Ahmad, Musnadusy Syamiyyin, no.16733).
9. Tidak menelantarkan nafkah anak dan
pendidikannya
Rasulullah saw bersabda, “Cukuplah berdosa seseorang yang menyia-nyiakan
nafkah orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Dawud, Kitabuz Zakat,
no.1442).
10. Mengingatkan anak agar tidak menghina
dan merendahkan orang lain
QS. AL-Hujurat [49]; 11. Aisyah ra menceritakan bahwa ia pernah berkata
kepada Nabi saw, “Cukuplah sikapmu terhadap Shafiyyah karena ia itu begini dan
begitu.” (Musayyad, perawi hadits ini mengatakan bahwa yang dimaksud Aisyah
ialah bahwa Shafiyyah itu orangnya pendek) Maka Nabi saw bersabda,
“Sesungguhnya engkau telah mengucapkan suatu kalimat yang seandainya kalimat
itu dicampurkan dengan air laut niscaya akan mencemarinya.” (HR. Ahmad, Kitabul
Adab, no.4232).
Referensi:
Kusumawati, Zaidah, dkk. 2011.
Ensiklopedia Nabi Muhammad saw sebagai Pendidik. Jakarta: PT. Lentera Abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar