Sesosok
siluet gadis muda menghadap balkon jendelanya. Ruangan itu agak samar dan sosok
gadis itu seakan ingin merengkuh dunia luar namun tetap bersembunyi di balik
gordennya. Terlihat rapuh. Anonim. Di keheningan malam bertaburan bintang,
dihembusi angin laut dari pantai Raja Ampat, Tuhan telah menggariskan nasib
yang mulai mendayu-dayu untuk sang gadis muda.
Merenungi sesuatu yang jauh di garis cakrawala, seraya menitikkan air mata. Bersama dengan bunyi ombak, ditelan deru mengombak.
***
Mala bergegas merapikan laptop dan
beberapa buku toplist-nya. Buku
panduan perjalanan dunia timur, suku Asmat di Papua dan perbatasan Papua
Nugini, peta dan jurnal hariannya. Setelah ditutup resleting tasnya dan
menalikan Nike kesayangannya, ia merasa siap menghadapi hari
ini. Dicek lagi agendanya. Hmm, meeting
LSM, melihat site, finishing sketsa, diving coaching, late dinner bareng Dio dan kirim
artikel.
Sungguh padat jadwalnya hari ini. Tapi itu
memang sudah menjadi jadwal hariannya sejak awal tahun ini. Sejak ia
menyanggupi proyek jalan tol di Papua. Sejak ia punya lisensi selam
internasional, di Aussie. Sejak ia
mulai berkenalan dengan seorang staf ahli Kementerian PU, Dio.
LSM Mala menunjuknya untuk mengurusi
proyek ini, dan sejak diharuskannya pendampingan dari pemerintah, maka
mau-tak-mau, suka-tidak-suka, Mala harus direpotkan oleh Dio. Dio adalah musuh
utamanya dalam mewujudkan idealisme sketsanya. Karena Dio berfungsi untuk
menekan budget serendah-rendahnya dan
memastikan berjalan efektif dan efisien dan selesai sesuai tenggat waktu yang
ditentukan. Mala kadang membenci orang itu.
Yah tapi hidup memang lucu. Kini keduanya
akrab dan akur seperti kucing-kucing peliharaan bos. Kadang-kadang mereka
bertengkar juga seperti kucing dan tikusnya bos. Lagi-lagi mentalnya Dio adalah
seorang penggombal dan kali ini targetnya adalah Mala. Maka dengan segala cara,
ia mencoba meluluhkan hati gadis itu.
Mengikuti kelas pelatihan diving dimana Mala menjadi
instrukturnya, menunggu di site project,
follower di twitter Mala, selalu eksis di setiap media untuk menanyakan kabar
Mala. Sms, bbm, fb, twitter, path, instagram, dan whats app. Macam abg saja.
Kadang Mala geli sendiri melihat kelakuan aneh partner nya ini. Jengah dan jenuh. Namun sekarang Mala menganggap
semua itu biasa meski awalnya sangat terganggu. Siapa pula orang baru ini?
Ting-tong. Mala segera mem-push emailnya.
“Darling, sarapan di T-corner yuk. Aku
jemput. Just say yes. It’s an order.”
Begitu isi perintah si pengirim email,
alias Dio. Maka bertambah pula agenda Mala awal pagi ini. Dalam hati ia
berkata, “mudah-mudahan ga ada yang direvisi lagi deh,” Seraya memanjatkan
do’a.
***
Raja Ampat merupakan gugusan pulau di
Papua yang memiliki pemandangan bawah laut paling menakjubkan di dunia. Mala
suka menyelam sejak dua tahun terakhir. Awalnya ia diajak Rere, adiknya yang
sedang menyelesaikan sekolah kedokteran di Belanda. Mala jatuh cinta untuk
pertama kalinya pada Bunaken. Ia terobsesi meraih lisensi selamnya di
Australia, di Great Barrier Reef yang berarus deras dan indah, serta memiliki
ikan cantik yang berwarna-warni. Raja Ampat adalah cinta keduanya. Ultimate love.
Mala memutuskan untuk menyelam sekali lagi
bersama empat orang muridnya. Setelah 20 menit kemudian, Mala mengacungkan jempolnya
ke atas dan meminta semuanya untuk naik ke atas permukaan laut.
“Okay
that’s a rub,” ujar Mala menyeringai, “We’ll
meet again next Tuesday, InsyaAllah. Thank you and good evening all.” Ia
mengakhiri sesi latihan sorenya. Semua bertepuk tangan untuk kesuksesan hari
ini. Mala memberesi fin dan
oksigennya di dok kapal. “Pak, menurutmu apakah proyek ini bisa rampung akhir
tahun?” Mala bertanya pada Dio, yang sedang memberesi apparatus selamnya di
pojokan. Dio sudah mengikuti kelas Mala sejak satu minggu yang lalu.
“Harus. Tidak ada alasan untuk menundanya.
Aku sendiri yang akan memastikan semuanya berjalan efektif dan efisien” Dio
berkata tegas. Huh, dasar si perfeksionis. Ini adalah sketsa ke-20 Mala yang
ditolak Dio. Gimana mau selesai kalau penghitungan selalu salah? Title cum laude Mala seakan tidak ada artinya di mata Dio.
Pengalaman adalah yang terpenting, begitu selalu kata Dio. Usianya hanya
terpaut 10 tahun dari Mala yang berusia 26 tahun. Mala jengkel.
“Lalu finishing tadi mestinya sudah final?
Kenapa selalu bapak tolak sih? Membuat saya merasa incapable.” Mala sedikit emosi.
“Ya, aku harus cek dulu nanti malam. Oya,
malam ini makan di Mbok Yem. Temani aku dulu. It’s an order.” Dio berujar, eksplisit memerintah.
“Maaf pak, saya tidak bisa. Malam ini saya
ada artikel yang harus dikirim,” Mala mencoba menolak halus sebenarnya ia ogah
diperintah seperti itu. Malas deh.
“Alah, itu kan bisa menunggu. Dateline jam 12 juga bisa. Aku juga sempat jadi wartawan dulu. Dinner hanya 1-2 jam. Nggak lama.” Dio memaksa.
Yah, yang aku nggak mau itu karena dinnernya sama kamu, pak. Mala membatin dan hanya bisa meringis dalam hati. Dasar player. Bos diktator. Kejam dan bengis.
“Tapi pak…”
“Yuk, sudah. Saya sudah order tempat. Ayo.” Dio setengah menggamit lengan Mala keluar tempat diving hut itu.
***
“Malam
ini kamu cantik” puji Dio. Mala bengong karena bingung apa yang harus
dikatakan. Masalahnya ia merasa sama saja tiada yang beda. Seingatnya, ia
memakai baju ini sejak tadi pagi dan agendanya yang padat membuatnya tidak
memperhatikan penampilan.
“Hehe, terima kasih pak. Bapak juga ganteng,” Mala menyeringai serba salah. Mala merasa harus berterima kasih dan juga memuji orang yang sudah mengundangnya, Dio. Ramadhan Arisandi Putra alias Dio.
Makan malam itu berlalu dalam diam. Sesekali Dio yang berkomentar ini-itu, memecah kebekuan di antara mereka. Tetapi secara keseluruhan, sikap Mala adalah diam. Mala hendak menunjukkan sikap tidak profesionalnya di hadapan Dio, kali ini. Untuk kali ini saja.
Sejujurnya, bukannya Dio tidak menangkap gelagat itu. Ketidaknyamanan sangat kentara, jelas sekali di mata Mala. Dio hanya berpraduga bahwa hal ini akan berlalu, mengingat track record Mala yang dapat dipercaya dan handal dalam pekerjaannya. Ah, masa segitu saja sudah ngambek, Dio introspeksi diri, apa mungkin aku sudah keterlaluan? Mengapa sulit sekali menaklukkan gadis ini? Mungkinkah aku yang berlaku tidak professional? Menyatukan antara hati dan pekerjaan? Sehingga pekerjaan yang tadinya sudah dapat diproses namun mengalami keterlambatan akibat dia yang menunda dan selalu menggagalkan desain Mala? Hmm… Itu karena Mala yang sulit membuka hatinya untuk dia. Dio membela diri. Itu karena Mala yang tidak mau berkompromi dalam memenuhi keinginan Dio. Be professional, Dio. Just be professional! Dua sisi hatinya berperang, saling mengalahkan ego satu sama lain.
(bersambung..)
Sumber Gambar:
https://aurellio.files.wordpress.com/2014/10/wpid-img_12026328374336.jpeg
http://maschun.blogdetik.com/files/2015/02/b0e04aca5e93669a272f6a1ccd63ec90_tempat-wisata-papua-raja-ampat-yang-eksotis.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar