Seminggu kemudian …
Sketsa
jalan tol itu berada di hadapan Dio. Ia masih belum menandatanganinya. Malah Pak
Aswin, asisten Mala yang mengantarkan. Haruskah ia mengatakan cintanya kepada
Mala? Itu akan seperti menyerah terhadap Mala. Tapi itu memang kenyataannya. Ia
merasa seperti ingin menyanyi. Dan menari. Padahal ia tak suka menari. Saat
tujuh belasan dulu ia benci jika disuruh tampil menari di panggung. Kini ia
merasakan dorongan untuk itu.. Kalau saja boleh memilih dengan siapa ia harus
jatuh cinta, maka Mala adalah pilihan ke-10 nya. Nahas. Nyatanya tipe wanitanya
berlainan dengan karakter Mala.
Baiklah, cukup sudah ia bersikap arogan. Dio segera menandatangani proposal itu singkat dan cepat. That’s it! There’s no turning back. Hmm, so long my love. Adios mi amor…
Hah. Macam mana pula. Seperti mau berakhir saja hidupnya. Calm down bro, there’s plenty of pretty young ladies.. otaknya berpikir dan hatinya berkata bahwa bukan itu jawabannya. Bersama dengan diawalinya pembangunan proyek ini, maka berakhirlah permainannya selama ini.
Dan
kemana saja sih Mala itu? Sopan sekali, hanya mengirimkan asistennya dalam
urusan terakhir ini. Dio tersenyum kecut. Lagaknya seperti dipecundangi
bawahan. Oke, untuk kali ini kau bisa lolos…
Ia sendiri tak yakin, siapa yang berhasil lolos dari permainannya ini…
Mala berjibaku menambahkan detail akhir sketsanya. Kantor sudah sebagian gelap. Walau sudah ditandatangani Dio, ia melihat masih ada saja yang perlu direvisi. Good work always needs a perfect detail.
Mala pulang hampir jam 1 pagi. Hatinya kegirangan dan nyaris menceburkan diri di kolam dekat apartemennya, demi memikirkan besok akan memulai pekerjaan seorang sipil yang sebenarnya. Kepalanya meletup-letup. Tak sabar. Ia mau buru-buru tidur.
Sebelum beranjak ke peraduan, Mala merasa ada sedikit rutinitas yang hilang. Ia mencoba mengecek smsnya. Nothing. Sebelumnya, kadang jam segini pun ia bisa bercengkerama dengan Dio lewat media apapun. Kini, gangguan itu hilang seketika. Tak ada apa pun. Tak ada sms iseng. Sms kosong atau yang lainnya. Well…I guess it ended here.. she sleep away as she close her eyes…thinking about something else…
5 bulan kemudian.
Mala
memainkan gitar melodinya. Ia memainkan Bizarre
love triangle-nya Frente. Make-up nya belum juga dihapus. Ia memejamkan
mata. Ini adalah bulan kelima sejak mulainya pembangunan jalan tol. Kok ya jalan tol mesti lama banget sih? Ada
apa ya? Entahlah.
Aku selalu suka
hujan
Hujan adalah
berkah
Rahmat dari Yang
Mahakuasa
Aku selalu suka
hujan
Dari
rintikannya, kudengar dan kuresapi nyanyianmu
Gerimisnya
adalah kebahagiaan
Jatuh membuyar
di danau, hutan, dan laut
Membasahi tanah
yang harum baunya
Oh Tuhan
Aku selalu suka
hujan
Mengingatkanku
akan sesuatu
Saat aku berada
di ketinggian
Dan kami hanya
ditemani angin, air hujan, dan gemuruh
Suryakencana
menjadi saksi
Atas
ketidakyakinan, atas bisikan hati
Atas harapan,
atas kenekatan untuk berjuang hidup
Kami pertaruhkan
hidup dalam derasnya hujan
Pada Desember
yang dingin itu
Disaksikan
kumpulan edelweiss yang belum mekar
Lakukan apa yang
harus dilakukan
Lakukan atas apa
yang menjadi keyakinan
Lakukan hidup
bagai selamanya
Dingin, beku,
basah, gemetar, survival
Sepi, angin
kencang, doa yang terjawab
Persahabatan
selamanya, tenda di pinggir padang savanna
Gelap, berkabut,
bersama, memasak
Bercerita,
bermain, bertukar tawa
Bekerjasama,
membuat kisah
Membuat asa,
menunggu kisah dari seberang Geger Bentang..
Yang tak kunjung
datang
Hangat karena
panasnya kopi
Dingin karena
padamnya imaji
My friend…there
is a million wind chimes out there, but..
We have made it
Satu kisah untuk
dikenang selamanya
(Untuk Dio yang berada entah dimana, tapi bisa kurasakan kehadirannya). Was it too late to follow my passion? I mean, in this old age..
Meskipun sudah beberapa bulan berlalu, rasanya baru kemarin memulai. Ini proyek besar. Ini menjadi salah satu penanda karirnya. Bagaimanapun karir internasionalnya melejit, tapi jika ia belum menyumbangkan sesuatu yang benar-benar Indonesia seperti ini, maka ia berpikir belum berguna sebagai warga negara. Oh yeah, I am definitely serious to be a good citizen. Semuanya sudah ia kerahkan. Best sketches, best network, best scene, high-skilled employee, best budget, best place, best working schedule, all the best money and time could buy.
Tidak,
ia belum bekerja maksimal. Kalau ia sudah bekerja maksimal, lalu kenapa
perasaannya semakin tidak karuan? Why she
feel awful? She has done a great wonderful job, hasn’t she? Proyek sudah
75% loading. She’s in good health.
Mama baik-baik saja.
Kalau
ia sudah bekerja maksimal, kenapa ia dilanda gundah gulana? Ada yang salah? Apa
yang salah? Ya, pejamkan mata seperti ini dan nyaris semuanya tergambar.
Sebenarnya kalau mau jujur, ia sudah tahu jawabannya. Jawaban yang membutuhkan
dua-pertiga nyali dari seluruh hidupnya. Mengakui sesuatu dan melakukan sesuatu
yang akan menurunkan harkat dan martabatnya: melamar Dio. Euh, sangat tidak dirinya, dimana gengsi dan harga
diri adalah yang paling menentukan sikap hidupnya. Ia tak akan pernah mau
begitu. Jangan pernah berpikir. Don’t
even think of that… but, I thought about it in here (in my head) and here (in
my heart). Dear God… Hati dan
pikirannya berkecamuk begitu lama, hingga ia kesal sendiri. Dilemparnya
headphone ke tempat tidurnya. Gitarnya terbaring di lantai sedang ia duduk
menyender dekat jendela kamarnya, menerawang bulan yang muncul setelah hujan
merintik dan saling menyapa untuk sementara. Awan gelap perlahan membuka jalan
untuk sinar rembulan. Sungguh scene yang
bagus untuk minidrama tentang kegalauan hidup gadis di puncak karir. Ia tertawa
sinis dalam hati.
Aku
ingin…
Apa
yang sebenarnya kuinginkan, my dear?
I just want to be happy. I need a
shoulder to cry on, my Dear God…
I just want to feel relaxed. Taking
all of my burden and pfiuuuh…just let it go…
Okay, let’s deal with it. And say
it now.
I want to be on his side. With Dio.
Right now, it s the most logical fact i’ve known. Then why can’t I be with him
now? Hmmm, it’s complicated though.
Ia berpikir untuk menundanya. Menunda bertemu Dio dan menyatakan perasaannya sungguh pilihan yang tepat untuk saat ini. Pusing ia memikirkannya. Untuk apa berpayah-payah memikirkan sesuatu yang bahkan orang itu tak peduli. Dio pasti tidak peduli.
I think I’m in love…
Mala tidur setelah membersihkan wajahnya dan setengah jam menulis cerita pendek tentang kegalauan seorang gadis. Ia sedikit lebih baik dan tidak mau memikirkan esok. Carpe diem.
Ia
berjanji untuk tidak bertemu Dio selama satu bulan. Bulan berikutnya. Bulan
berikutnya. Dan bulan berikutnya. Dan bulan berikutnya.
(bersambung ..)
Gambar:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2inyw7C__2ZXPl_Kff_C1g3vGKoJX7fPHDwCmF-pOsUkBRxV9ViT_3c0rX_gEOA571ntzzOvsGc2VnavyQSd1mk9Add9LNvoK0YyL3U6IrVu0GHvnTI8ZtuT6iIkzf6o-wUxdjXBKCB-q/s1600/ilaefh.jpg
http://www.achilez.com/wp-content/uploads/2011/08/achilez-blog-danbo-ajax-danboard-365-faces-danbo-playing-guitar-happy-monday-2011-650.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar